PERAN BIOPESTISIDA DALAM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN

BIOPESTISIDA SEBAGAI SOLUSI KEBERLANJUTAN PERTANIAN DI INDONESIA

Pertanian di Indonesia saat ini memiliki perkembangan yang cukup pesat. Pada tahun 2022, sektor pertanian tumbuh sebesar 1,37% dan berkontribusi sebesar 12,98% terhadap PDB nasional (BPS, 2022). Perkembangan pertanian di Indonesia bukan tidak ada halangan. Sektor pertanian masih terdapat tantangan berupa rendahnya produktivitas karena serangan hama dan penyakit, pengetahuan petani mengenai penggunaan pestisida yang masih rendah dan rendahnya daya saing produk di pasar global.

Pemerintah Indonesia telah mendorong petani untuk menggunakan sistem pertanian berkelanjutan dengan menerapkan pertanian organik. Prinsip sistem budidaya tersebut berbasis pengendalian hama dan penyakit, penggunaan pupuk kompos, pengelolaan sumberdaya yang terpadu, dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Sistem pertanian organik juga bertujuan agar pembangunan sektor pertanian dapat layak secara ekonomi, sosial, dan berkelanjutan pada masa mendatang (Wihardjaka, 2018). Salah satu cara untuk mengendalikan hama dan penyakit dalam penyokong terwujudnya pembanguanan sektor pertanian dimasa mendatang adalah menggunakan biopestisida.

Biopestisida terdapat 2 jenis berdasarkan bahan dasar pembuatannya, yaitu biopestisida nabati dan biopestisida hayati. Penggunaan biopestisida dilakukan untuk mengurangi pemakaian pestisida sintetis yang memberikan dampak buruk terhadap lingkungan dan manusia seperti pencemaran terhadap tanah dan sumber air serta penyebab terjadinya kanker dan penurunan imunitas tubuh (Harismah et al., 2022). Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat membuat pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal dan terjadi resistensi dan resurgensi terhadap hama dan penyakit yang menyerang tanaman. Biopestisida memiliki kelebihan berupa harga yang relatif murah, efektif, aman pada lingkungan juga tidak mendatangkan bahaya bagi manusia. Biopestisida dapat berasal dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan mineral sehingga bersifat ramah terhadap lingkungan karena tidak beracun.

Pembuatan pestisida dapat dilakukan mandiri oleh petani baik secara individu maupun secara kelompok melalui kelompok tani. Bahan yang digunakan untuk pembuatan pestisida dapat dibeli di pasar atau di sekitar lingkungan dan dibuat menggunakan alat yang sederhana. Bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan biopestisida adalah bawang putih (Allium sativum), daun pangi (Pangium edule Reinw), tembakau (Nicotiana tabaccum). Ketiga bahan tersebut dapat dicampur dan dibuat menggunakan teknik maserasi. Berdasarkan Harismah et al., (2022) penggunaan biopestisida berbahan bawang putih, daun pangi, dan tembakau terhadap hama adalah dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit, dapat memberikan pengaruh berupa rusaknya sel membran sitoplasma pada jamur. Hal ini karena biopestisida tersebut memilki kandungan saponin. Saponin merupakan senyawa yang bersifat antifeedant dan juga dapat digunakan sebagai insektisida maupun fungisida. Di sisi lain saponin mempunyai sifat sebagai surfaktan dimana aktivitas antibakteri senyawa saponin dapat mengubah tegangan permukaan dan mengikat lipid pada sel bakteri oleh karenanya lipid dapat keluar dari dinding sel yang mengakibatkan permeabilitas membran bakteri menjadi terganggu (Wardhani dan Sulistyani, 2012).

Efek yang diberikan oleh biopestisida hayati tidak jauh berbeda dari biopestisida nabati. Salah satu penggunaan biopestisida hayati adalah FOBIO yang dikembangkan oleh Dr. Ir. Sri Wiyatiningsih, MP. yang mengandung bakteri pelarut fosfat, Lactobacillus sp., Rhizobium sp., bakteri amilolitik, bakteri proteolitik, bakteri fotosintetik, bakteri amonifikasi, bakteri nitrifikasi. Biopestisida berpengaruh terhadap tanaman, patogen serta lingkungan. Aplikasi biopestisida secara langsung dapat menghambat patogen dengan sekresi antibiotik, berkompetisi terhadap ruang dan atau nutrisi, menginduksi proses ketahanan tanaman. Aplikasi biopestisida juga diduga mampu meningkatkan ketahanan sistemik yang ada pada tubuh tanaman sehingga mampu melakukan perlawanan pada patogen tanaman (Kusumawati dan Istiqomah, 2020). penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan dampak yang negatif. Penggunaan biopestisida perlu diterapkan dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan.  

 

Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. (2023). Indikator Pertanian 2022. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Harismah, K., Caparies, A. M. B., Fuadi, A. M., & Widayatno, T. (2022). Inovasi Biopestisida Alami Dari Tembakau (Nicotiana tabacum), Bawang Putih (Allium sativum) Dan Daun Pangi (Pangium edule). Prosiding Simposium Nasional Rekayasa Aplikasi Perancangan dan Industri, 127-133.

Kusumawati, D. E., & Istiqomah, I. (2020). Potensi Agensia Hayati Dalam Menekan Laju Serangan Penyakit Blas (Pyricularia oryzae) Pada Tanaman Padi. VIABEL: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Pertanian14(2), 1-13.

Wardhani, L. K. & Sulistyani, N. (2012). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) terhadap Shigella flexneri Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis’. Jurnal Ilmiah Kefarmasian, 2(1), pp. 1–16.

Wihardjaka, A. (2018). Penerapan Model Pertanian Ramah Lingkungan sebagai Jaminan Perbaikan Kuantitas dan Kualitas Hasil Tanaman Pangan. Jurnal Pangan, 27(2):1-10. https://doi.org/10.33964/jp.v27i2.376


Comments

Popular posts from this blog

IN VITRO PROPAGATION

TUGAS SIG 3